Minggu, 05 September 2010

IMPIAN MASA DEPAN

Rumah Impian Masa Depan

Rumah Impian Masa Depan

Wow, takutnya bekerja atau tinggal di gedung bertingkat. Dan Jakarta, mau tidak mau harus membangun ke “atas”. Alangkah lebih amannya rumah penduduk desa ketimbang gedung modern yang menju­lang tinggi, kalau mengingat kejadian di
Jakarta yang baru-baru ini dilanda gempa.

“Kalau saja saya arsitek akan saya membuat disain rumah impian masa depan.” kata si upik. “Lantai dan dindingnya, coba tebak … saya isi udara. Kecil, mungil, ringan. Bisa diangkut kemana-mana, hanya dengan mengempis dan melipatkannya. Kalau terjadi kebakaran, orang mudah menyelamatkan diri. Diwaktu air bah seper­ti di zaman Nuh pun, rumah aman, menjadi rumah perahu. Tahan gempa, tahan benturan dan lebih aman terhadap ancaman penggusuran, karena bisa dibawa lari. Ramah lingkungan, karena besarnya penghematan berupa bertruk semen dan besi beton, pengurangan penggalian pasir, batu kali, pemakaian lahan dan penebangan pohon. Sepertinya sopan, tidak serakah. Menyiratkan kepedulian dan tenggang rasa terhadap sesama insan, begitu katanya.”

Lucu dan bagus juga pikiran si upik. Zaman memang menuntut apa yang serba kecil. Dulu besarnya mesin IBM yang melakukan pembukuan perusahaan KPM Belanda sebesar satu ruangan, belum lagi beberapa ruang, gudang besar untuk menyimpan filenya. Kini cukup sebuah meja komputer, beberapa disket, tambah kemudahan, kesenangan untuk ber-internet dan ber-multi media. Suatu waktu orang akan lebih bangga memiliki rumah impian mungil yang luwes, lentur dan mudah menyesuaikan diri, ketimbang rumah gedung mewah yang takbisa dipindahkan, berukuran raksasa, boros dan mahal.

Menurut perhitungan si upik, kalau dia tidak salah hitung, lantai rumah mungil ukuran 6 m x 6 m setebal 5O cm saja, berisi udara, berdasarkan hukum Archimedes, diwaktu banjir, sanggup mengangkat berat sampai sekitar 18 ton atau seluruh perlengkapan rumah tangga dan entah masih mampu mengangkat sebuah mobil pribadi. Dan yang istimewa dari rumah ini, beaya membuatnya tentu amat murah karena salah satu bahan pokoknya adalah udara yang tak perlu dibeli dan tidak pernah akan langka atau lenyap dari pasaran seperti semen.

Kalau dipikir, orang sudah dapat membuat mobil dengan bahan bakar sinar matahari. Ikaros dalam cerita Yunani bermimpi terbang seperti burung. Kini orang sudah terbang bergantole, kelak ter­bang seperti Gatotkaca atau Superman.

Rabu, 03 Maret 2010

Masa Lalu atau Masa Depan?

Mungkin, Anda pernah berpikir atau mengatakan:

“Saya tidak bisa melakukannya.”
“Saya tidak mampu.”

Pernyataan ini menggambarkan suatu kondisi Anda. Pertanyaanya, kondisi kapan? Masa lalu atau masa depan?

“Oh tidak, pernyataan ini menggambarkan kondisi saya saat ini. Saya memang tidak bisa melakukannya saat ini.”

Mari kita tanyakan lagi, mengapa tidak bisa? Mengapa Anda pikir Anda tidak bisa?

“Karena kemampuan saya sekarang sebatas ini.”

Kenapa hanya sebatas ini?

“Inilah hasil belajar dan pengalaman saya selama ini.”

Hasil belajar dan pengalaman masa lalu kan?

“Iya sich.”

Jadi kondisi Anda saat ini adalah hasil dari masa lalu. Masa lalu dimulai dari detik ini ke belakang.

Lalu bagaimana dengan masa depan? Apakah Anda tidak bisa belajar lagi?

“Ya tentu, saya bisa belajar.”

Apakah Anda bisa melakukan hal baru jika belajar?

“Mungkin.”

“Mungkin” adalah starting point yang lebih baik dibanding kata “tidak bisa”. Kata “mungkin” mengandung sebuah harapan, sebaliknya kata “tidak bisa” memupus harapan.

Dulu, ada seorang kerabat saya mengatakan

“Uang dari mana untuk membiayai anak kuliah?”

Itu dulu…

Sekarang?

Anaknya kuliah!

Dulu, ayah saya berkata kepada saya:
“Sekarang memang tidak punya uang, tetapi jika Allah mengijinkan, kamu bisa menyelesaikan kuliahmu. Kekurangan uang tidak bisa menghalangi kekuasaan Allah.”